Seorang sahabat berbagi kisah
kepadaku dan akupun ingin berbagi kepada kalian. Semoga kita bisa mengambil
hikmah dari kisah ini. Selamat membaca sobat Mylife!!
Aku
sangat bersyukur kepada Allah SWT.yang telah menghadirkan mereka disisiku.
Mereka adalah Ayah, Ibu, dan kakakku. Mereka selalu ada untuk ku, always stay
with me.
Ayah,
beliau seorang yang giat bekerja untuk menafkahi hidup keluarga, biarpun ayah
sifatnya keras, tapi hatinya begitu lembut, menyayangi keluarga. Bagiku ayah
adalah seorang pejuang, My hero is father. Bagaimana tidak? Ayah bekerja keras
untuk aku dan kakak ku, ayah dan ibu selalu ingin membuat kami bahagia,
berusaha untuk apa yang diinginkan anaknya tercapai, selalu ingin melihat kami
tersenyum. Sudah pasti, setiap orang tua pasti ingin melihat anaknya bahagia.
Demi untuk mensukseskan anaknya, ayah merantau, mencari uang untuk kami, aku
dan kakak. Dari kakak ku kecil ia sudah merantau, sampai sekarangpun masih.
Bertahun-tahun ia bekerja, entah pundak kan jadi apa. Tapi ayah tak menampakkan
rasa lelahnya itu, walau ku tahu betapa letih yang ia rasakan, betapa berat
beban yang ia pikul. Mungkin rasa lelah itu tak terasa, karna dijalankan dengan
ikhlas, terbayar dengan berhasilnya kakak ku. Sekarang ini, kakak ku sudah
bekerja disalah satu perusahaan yang tak jauh dari kota dimana aku tinggal.
Dulu, saat ia kuliah, aku tau kakak berusaha keras dan dengan sungguh-sungguh
menjalankan studynya, hingga ia bisa mempercepat kuliahnya. Tak sampai 4 tahun
ia sudah mendapat gelar Sarjana Ekonomi. Setidaknya kakak bisa meringankan
beban yanng dipikul orang tua.
Ibu,
malaikat yang diturunkan Allah untuk menjaga dan melindungi ku, kasih sayang
ibu kepada kami sungguh besar. Tapi apa
balasan sang anak? Ketika ibu berkata “Nak, tolong bantu ibu”, sang anak malah
mendesah ”Hash! Nanti dulu bu, aku masih banyak kerjaan”. Yang ada hanya nanti,
nanti, dan nanti, sebentar dulu, kemudian lupa, sungguh tak pantas. Aku
berpikir, “hal apa yang sudah aku berikan kepada ibu untuk membuatnya
tersenyum?” (mari kita merenung sahabat).
Ayah dan
ibu, kini mereka bekerja untuk study ku, karna study kakak ku sudah selesai.
Meskipun kami dari keluarga yang biasa saja (sederhana) tapi orang tua ku
selalu berusaha agar anaknya bisa menuntut ilmu setinggi mungkin. Terkadang aku
merasa seperti menjadi beban untuk mereka. Kini aku duduk dibangku sekolah 3
SMA, itu berarti aku akan segera menjajaki dunia perkuliahan. Entah apa yang
ada dalam benakku, aku selalu berpikiran “apakah aku bisa seperti kakak? Juga
bisa wisuda lebih cepat, dengan begitu orang tua tidak pusing lagi mikir biaya
kuliahku”. Ketika aku dan kakak sedang berbincang, kakak bilang padaku, “dek,
kamu kalo kuliah harus sungguh-sungguh, bukan untuk main-main, bukan malah mejeng
dengan lebel mahasiswi mu, belajar yang rajin, bahkan kamu harus lebih baik
daripada kakak. Agar kamu juga bisa mempercepat kuliahmu. Kasihan ayah dan ibu,
kamu tahu sendiri pekerjaan orang tua kita tak cukup untuk membiayai kuliah
kakak dulu. Hingga akhirnya mereka pontang panting menghutang kesana kemari”.
Aku hanya diam dan terpaku, tak menjawab sepatah katapun.
Aku
terpisah jarak dengan ayah, setiap kali bercakap lewat telepon ayah selalu
bertanya, “bagaimana sekolahnya nak? Harus tetap semangat ya, di sini ayah
mencari uang agar kamu bisa menyelesaikan studymu, dan kelak menjadi seorang
yang sukses”. Tak banyak kata yang kumiliki untuk menjawab. “okeh yah”, hanya
itu yang dapat ku katakan, dalam hati aku ingin menangis. Prestasi gemilangpun
tak ada yang bisa aku gapai, setidaknya untuk membuat orang tua bangga
kepadaku, agar jerih payah mereka selama ini tak sia-sia. Tapi aku tak
menyerah, mungkin belum saatnya aku menggapai itu.
Ayah,
ibu, aku berjanji kepada kalian, aku akan membuat kalian bahagia, membalas budi
kalian, membuat kalian bangga dengan usaha dan jerih payah ku sendiri. Aku tak
akan menyianyiakan kepercayaan yang kalian berikan kepadaku. Ayah, ibu, THANK
YOU. YOU’RE MY EVERYTHING, I LOVE YOU.